Jutaan Rakyat Menjerit! Harga Bahan Pokok Naik Lagi, Siapa Peduli Derita Kami?

Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu, rakyat kecil kembali dihantam keras: harga bahan pokok naik tajam tanpa ampun. Beras, minyak goreng, telur, cabai, hingga daging—semuanya merangkak naik. Bukan harian lagi, tapi hampir tiap minggu berubah.

Di pasar-pasar tradisional, wajah-wajah letih terlihat jelas. Pedagang mengeluh, pembeli menawar dengan sedih.
“Gaji tak naik, tapi harga semua naik. Bagaimana kami bisa hidup?” keluh seorang ibu rumah tangga di Pasar Minggu, Jakarta.


Kenaikan Harga yang Tak Masuk Akal: Rakyat Dibuat Pasrah

  • Beras premium tembus Rp17.000/kg

  • Minyak goreng kembali di atas Rp18.000/liter

  • Daging ayam mendekati Rp45.000/kg

  • Cabai rawit melambung di atas Rp80.000/kg

Ini bukan sekadar angka—ini adalah nyawa.
Karena bagi keluarga kecil dengan penghasilan harian, setiap kenaikan 1.000 rupiah berarti harus mengorbankan kebutuhan lain: susu anak, ongkos sekolah, atau bahkan biaya berobat.


Pemerintah ke Mana? Rakyat Butuh Jawaban, Bukan Janji

Di media, para pejabat masih berkata: “Kondisi masih terkendali.” Tapi di lapangan, rakyat tahu: kami yang mengendalikan rasa lapar dengan air putih dan sabar.

Kebijakan apa yang benar-benar melindungi rakyat?

  • Apakah operasi pasar benar-benar tepat sasaran?

  • Apakah distribusi subsidi sudah adil?

  • Mengapa mafia pangan seperti tak tersentuh?

“Kami tidak butuh bantuan sesekali. Kami butuh kestabilan hidup.”


Suara Pedagang: Kami Juga Korban

Tak hanya pembeli yang mengeluh, pedagang juga jadi korban sistem yang tidak berpihak. Harga dari distributor naik, tapi pembeli menolak beli. Akhirnya dagangan membusuk, omzet menurun, dan utang bertambah.

“Kami bukan penimbun. Kami hanya ingin tetap bisa jualan dan makan,” ujar Pak Hasan, pedagang sayur di Yogyakarta.

Kenaikan harga bukan hanya menyulitkan pembeli, tapi juga menghancurkan pelaku usaha mikro yang selama ini menopang ekonomi lokal.


Anak-Anak Bangsa yang Tumbuh dalam Kekurangan

Di balik angka inflasi, ada anak-anak yang hanya makan nasi dan garam.
Ada pelajar yang berangkat sekolah tanpa sarapan.
Ada keluarga yang menunda berobat karena uangnya habis untuk beli telur dan minyak.

Ini bukan melodrama. Ini fakta yang terjadi setiap hari di ribuan rumah rakyat biasa.


Siapa Peduli Derita Kami?

Ketika elite sibuk bicara investasi dan digitalisasi, rakyat kecil hanya ingin satu: bisa makan cukup dan hidup layak. Tapi suara kami seperti tak terdengar.
Kami tidak minta kaya, hanya minta adil.

Karena perut kosong tidak bisa menunggu politik.
Karena rasa lapar tidak bisa ditunda dengan konferensi pers.


Keadilan Ekonomi Itu Hak, Bukan Bonus

Jika negara ini ingin benar-benar maju, maka kemakmuran harus dirasakan dari desa hingga kota, dari pejabat hingga buruh kasar.
Harga bahan pokok bukan isu kecil—ia adalah cermin sejati dari apakah negara ini berpihak pada rakyatnya atau tidak.

Turunkan harga, kendalikan pasar, lindungi rakyat! Karena kami pun manusia, bukan statistik.

Comments (0)
Add Comment